"Berita kali ini berasal dari Jakarta, telah ditemukan sesosok mayat pelajar yang diduga adalah korban pemerkosaan dan pembunuhan. Dari hasil penyelidikan ditemukan fakta bahwa..."
"Nela liat nih!" "Apaan Sel?" tanya Nela dari dapur, Ia segera meninggalkan ikan yang sedang digorengnya dan kendekati Sela di ruang tamu. "Ada pembunuhan dan pemerkosaan lagi. Seram banget tau!" "Ah elah, itukan di Jakarta, kita kan di Medan. Gak ada pengaruh kali!" Nela setengah mengomel. "Tapi kan tetap aja penjahat ada dimana-mana, Nel." Sela membela diri.
Tup!
"Yah kok mati lampu, kompor belum aku matiin pun. Pasti udah gosong tu ikannya!" keluh Nela. "Yaudah kau matiin kompornya sana. Biar aku ambil lampu di kamar depan" kata Sela. Nela bergegas ke dapur, berusaha berjalan dalam kegelapan. Klak. Kompor berhasil dimatikan. Namun saat Nela membalikkan badan, Ia melihat bayangan tegap di hadapannya. Samar-samar sosok itu menyeringai, Nela merasakan tangannya membeku. Sosok itu membungkam mulut Nela dan menyeretnya ke belakang rumah. Nela menjerit sekuat mungkin namun usahanya sia-sia. Tangan sosok tersebut sangat erat membungkam mulutnya.
"Ahahaha akhirnya aku mendapatkan saat-saat ini, Nela Prauly!"sosok itu tertawa keras. Nela hanya bisa menangis tanpa suara. "Nikmatilah ini Nela!"
***
"Ah ini dia lampunya!" setelah mengambil lampu, Sela langsung berlari ke dapur. Namun Ia tidak mendapati Nela disana. "Nela! Nela! Kau dimana?" Sela mulai panik. Ia melihat sekeliling, pintu belakang terbuka. Sela mendengan suara tawa seseorang, yang Ia kenal. Sebagai antisipasi, Ia membawa pisau dari meja makan. Sela mendekati sosok tersebut dan kini Ia berada tepat di belakang orang itu.
Srett!
Sela berhasil membuat sayatan yang cukup dalam di tengkuk sosok tersebut. Sosok itu terkejut dan berbalik sambil memegangi luka di tengkuknya. "Apa yang kau lakukan disini bajingan!" Sela berteriak. "Hahaha ada pahlawan ternyata. Aku hanya bersenang-senang dengan kembaranmu yang tak berguna ini." kata sosok itu sambil menyeringai, digenggaman nya ada kapak yang berlumuran darah.
Mata Sela terbelalak saat melihat Nela terkapar di tanah. Nela yang terlihar kini, sangat menyedihkan. Baju tercabik dan berlumuran darah, serta kepala yang penuh luka. Mata Sela berkaca-kaca, "Nelaaa..." Pisau di tangan Sela tergenggam dengan erat, Ia menatap sosok di hadapannya dengan penuh kebencian. "Matilah kau psikopat !! "
***
"Nela, apa ini semua ulahmu? Apa kamu marah padaku? Maafkan aku karena tak berhasil menyeret satpam bajingan ini ke neraka." Sela berdiri di depan lukisan saudara kembarnya yang terpajang di dinding kelas SMA Pelangi, tempat Ia kini mengabdi. Tangannya mengusap lukisan itu. Dari wajah, bahu, dan terakhir di sudut lukisan. Tangannya terhenti diatas tulisan YASA-YATAMA yang ada di sudut lukisan itu.
Tes.. tes.. tes..
Air mata Sela tak berhenti mengalir, meski Ia sudah berusahan menahannya sekuat mungkin.
"Kumohon maafkan aku Nel.."
Note: ini hanya prolog, kelanjutan cerpennya dapat dibaca di Majalah Laksmana edisi ke-13 dengan judul yang sama, YASA-YATAMA.
Xoxo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar